Sabtu, 29 Februari 2020

Kontrol Pertumbuhan Bakteri


STERILISASI
            Salah satu hasil praktis yang terpenting dalam mempelajari perkembangan secara spontan (“spontaneous generation”) ialah perkembangan metoda sterilisasi yang memadai.
Sterilisasi didefinisikan sebagai pemusnahan segala sesuatu yang hidup secara fisik atau/dan juga secara kimia. Secara fisika, misalnya sterilisasi dengan cara pemanasan, penyaringan dan radiasi. Sterilisasi secara kimia lebih dikenal dengan sebutan disinfeksi.
Sterilisasi dengan cara pemanasan, dapat menggunakan uap air yang panas maupun dengan udara panas yang kering. Hal ini tergantung dari bahan yang akan disterilisasikan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan terhadap panas yang tinggi, disterilisasikan dengan cara penyaringan. Penyaringan-penyaringan tersebut dibuat dari bermacam-macam bahan dasar. Sterilisasi dengan cara kimia (disinfeksi), menunjukkan adanya disinfektan yang bersifat mikrobiostatik dan mikrobiosida.
Dalam mikrobiologi, bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan sering kali harus disterilkan dahulu sebelum digunakan. Misalnya medium yang digunakan untuk menumbuhkan jasad renik harus disterilkan terlebih dahulu. Dalam hal ini harus dicegah terjadinya evaporasi dan untuk itu sterilisasi dilakukan dengan cara menggunakan uap air yang panas. Untuk alat-alat gelas dapat disterilkan dengan udara kering yang panas maupun dengan zat-zat kimia.
Pada dasarnya ada empat alasan mengapa sterilisasi ini  sangat penting. Adapun alasan mengapa diperlukan sterilisasi ialah :
-          Mencegah infeksi pada manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan.
-          Mencegah pembusukan bahan pangan dan komoditas lainnya.
-          Mencegah kontaminasi mikroorganisme pada biakan murni atau proses fermentasi murni.
-          Dan mencegah adanya kontaminasi pada bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan dalam laboratorium yang memerlukan teknik biakan murni.


1. STERILISASI DENGAN CARA PEMANASAN
Metoda-metoda yang sering kali digunakan dalam proses sterilisasi bahan-bahan makanan dan alat-alat laboratorium pada umumnya menggunakan panas. Dalam bakteriologi dikenal tiga macam sterilisasi dengan cara pemanasan untuk memusnahkan semua organisme yang hidup. Ketiga cara tersebut ialah sterilisasi dengan menggunakan udara panas yang kering, sterilisasi dengan menggunakan uap air yang panas dan sterilisasi dengan cara dipanaskan sampai mendidih.

1.1. Sterilisasi dengan Menggunakan Udara Panas  yang Kering.
Udara panas yang kering digunakan dalam sterilisasi dan alat yang digunakan disebut oven. Alat ini terdiri dari tiga buah dinding dan dua buah ruangan. Dinding yang terluar diselubungi oleh asbes untuk mengurangi panas. Pada tepi-tepi antara dinding yang terluar dan dinding tengah terdapat “glass wool” sebagai penyekat atau perendam panas. Arus konveksi berputar melalui rongga dinding dan dalam oven, sedang hasil pembakaran keluar melalui lubang di atas.
Temperatur yang digunakan pada sterilisasi ini ialah 170oC – 180oC selama satu jam. Untuk menghindari temperatur yang meningkat terus dari temperatur yang dikehendaki, maka dapat menggunakan oven yang mempunyai alat pengukur temperatur.
Sterilisasi dengan menggunakan udara panas yang kering dapat digunakan untuk menyetirilkan bermacam-macam alat-alat laboratorium yang terbuat dari logam dan gelas yang tahan panas. Cara sterilisasi ini tidak digunakan untuk penyeterilan medium, karena dengan cara ini medium akan menjadi kering.
Dibandingkan dengan panas lembab, panas kering kurang efisien dan membutuhkan suhu lebih tinggi serta waktu yang lebih lama untuk sterilisasinya. Hal ini disebabkan karena tanpa kelembaban tidak ada panas laten. Contohnya, albumin telur dengan kelembaban 50% menggumpal pada suhu 56o C, sedangkan tanpa kelembaban baru menggumpal pada suhu 160-175o C. Bentuk kehidupan yang paling tahan panas yaitu endospora bakteri, berprilaku seakan-akan tidak mengandung kelembaban, maka panas kering harus mencapai suhu 160-175o C untuk dapat mematikannya



Tabel III. 1. Waktu dan Suhu yang Sering Digunakan pada Sterilisasi Panas Kering

Suhu (oC)
Waktu (Jam)
170
1,0
160
2,0
150
2,5
140
3,0

1.2. Sterilisasi dengan Menggunakan Uap Air yang Panas.
Diketahui bahwa uap air yang panas lebih efektif sebagai agensia dalam sterilisasi dibanding dengan udara panas yang kering. Anggapan ini berdasarkan pendapat bahwa uap air yang panas mempunyai kekuatan penetrasi yang besar, sehingga dapat menyebabkan kematian sel. Hal ini disebabkan karena koagulasi protein pada protoplasma. Kenaikan jumlah air pada protoplasma menyebabkan protein berkoagulasi, walaupun temperatur rendah. Sterilisasi yang menggunakan uap air yang panas meliputi sterilisasi secara Arnold dan sterilisasi dengan menggunakan autoklaf.

1.2.1. Sterilisasi Secara Arnold.
Sterilisasi dengan cara ini menggunakan alat yang menghasilkan aliran uap air yang panas di mana uap  tersebut berfungsi sebagai agensia sterilisasi. Alat tersebut dibuat berdasarkan atas kecepatan pembentukan uap air yang secara otomatis berasal dari air yang diletakkan pada reservoar yang terbuka. Air dari reservoar tersebut masuk mengalir melalui lubang dan masuk ke dalam tempat uap, dan di tempat ini terjadi pemanasan. Karena pada bagian dasarnya terdapat lapisan air dalam jumlah yang sedikit, maka uap yang dihasilkan sangat cepat. Uap muncul melalui satu lubang di tengah dari alat tersebut dan masuk ketempat sterilisasi.
Sterilisasi dipengaruhi oleh air yang mengalir dengan temperatur kira-kira 100oC selama 20 menit atau lebih lama, selama tiga hari terturut-turut. Lama dari periode pemanasan ini tergantung dari keadaan alami dan ukuran dari bahan yang akan disterilkan. Agar misalnya, harus cair seluruhnya sebelum mulai periode pemanasan.
Harus diingat bahwa temperatur 100oC selama 20 menit tidak cukup lama untuk menghancurkan spora. Prinsip ini didasarkan atas pemanasan pada periode pertama untuk mematikan semua sel vegetatif yang ada dan sesudah 24 jam apabila ada spora yang ada, spora-spora tersebut akan berkecambah menjadi sel-sel vegetatif, sehingga pemanasan yang kedua mematikan sel-sel vegetatif yang ada. Kadang-kadang apa spora yang tidak menjadi sel vegetatif apabila tidak dilakukan pemanasan terlebih dahulu, oleh karenanya tambahan periode 24 jam dimaksudkan untuk memastikan bahwa semua spora sudah menjadi sel-sel vegetatif.
Cara sterilisasi ini dapat menggagalkan perkecambahan spora, kegagalan ini antara lain disebabkan karena mungkin medium tidak cocok untuk perkecambahan spora. Misalnya air yang telah didestilasi merupakan faktor lingkungan yang jelek untuk pertumbuhan bakteri. Sehingga tidak akan menyebabkan spora berkecambah menjadi sel vegetatif, atau dapat juga spora-spora bakteri anaerob yang ada tidak akan berkecambah pada medium yang kontak dengan udara (oksigen atmosfir).
Sterilisasi secara Arnold digunakan untuk sterilisasi medium-medium gelatin, susu, dan karbohidrat. Temperatur yang lebih tinggi atau waktu sterilisasi yang lama mengakibatkan hidrolisa atau dekomposisi karbohidrat dan menyebakan gelatin tidak dapat membeku (solid). Dengan demikian medium tersebut tak dapat digunakan karena telah rusak.

                                                
1.2.2. Sterilisasi dengan Menggunakan Autoklaf.
Autoklaf merupakan silinder atau tabung yang terbuat dari logam dan mempunyai dinding rangkap di seluruh bagiannya, kecuali bagian depannya. Dibuat sedemikian rupa karena dipersiapkan untuk melawan tekanan uap tempat atmosfir.
Prinsip pada metoda ini ialah air mendidih pada temperatur kira-kira 100oC, dan hal ini tergantung pada tekanan uap atau udara di atmosfir. Untuk itu bila tekanan uap dalam silinder yang tertutup terebut mencapai 1 atmosfir, maka temperatur meningkat sampai mencapai 121,6oC.
Hubungan antara tekanan dan temperatur diperlihatkan pada Tabel II.1.
Pada umumnya sterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada tekanan 1 atmosfir dalam waktu 15 menit dan temperatur 121,6oC. Temperatur ini penting sekali untuk menghancurkan sel-sel vegetatif dan spora-spora secara persamaan.
Tabel III. 2. Hubungan Tekanan-Suhu-Waktu pada Sterilisasi dengan Uap Bertekanan.


Tekanan Uap (atm) *
Suhu
(oC)
Waktu yang diperlukan untuk mematikan spora tahan panas (menit)
0,0
100
-
   0,5**
111,3
15 - 60
   0,7**
115,5
15 - 60
  1,0**
121,6
12 - 15
1,3
126,5
5 - 12
2,0
134,0
3 - 5
Keterangan :
*   tekanan uap pada ketinggian permukaan laut. Suhu bagi tekanan uap di Tabel tidak berlaku bila sterilisator terdapat udara meskipun sedikit.
**    Kombinasi yang umum dipakai
     
Tindakan-tindakan pencegahan tertentu harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kegagalan sterilisasi. Penyebab utama dari kegagalan ini ialah tidak sempurnanya pengosongan udara dari ruangan. Selain itu pencegahan lain yang dilakukan ialah agar uap dapat mudah memasuki bahan-bahan yang disterilkan.
Panas lembab sangat efektif meskipun pada suhu yang tidak begitu tinggi, karena uap air berkondensasi pada bahan-bahan yang disterilkan, dilepaskan panas sebanyak 686 kalori per gram uap air pada suhu 121o C. Panas ini mendenaturasikan atau mengkoagulasikan protein pada organisme hidup sehingga organisme itu mati.
Autoklaf digunakan untuk menyeterilkan bermacam-macam medium, baik padat maupun cair, dengan atau tanpa karbohidrat, medium gelatin, air suling dan lain-lain. Cara sterilisasi ini dipergunakan juga secara komersial untuk proses-proses makanan kaleng, Namun sekarang untuk mempertahankan warna, tekstur dan cita rasa makanan/minuman banyak digunakan cara-cara sterilisasi lainnya seperti Radiasi atau metoda lainnya.

1.2.3. Sterilisasi dengan Cara Dipanaskan Sampai Mendidih.
Sterilisasi ini lebih dikenal dengan sebutan tindalisasi. Tyndall berhasil mengembangkan suatu cara sterilisasi dengan pemanasan yaitu mendidihkan bahan yang akan disterilkan dalam waktu yang singkat. Jika pada sterilisasi  Arnold yang digunakan sebagai agensia sterilisasi ialah uap air yang panas, pada tindalisasi bahan yang akan disterilkan dididihkan dalam waktu yang singkat dan dilakukan pengulangan.
Ulangan dengan interval tertentu dimaksudkan untuk meniadakan spora-spora yang lambat masa perkecambahannya. Tyndall menyatakan bahwa pendidihan secara tidak terus menerus dengan waktu 1 menit dan diulang lima kali berturut-turut akan menjadikan bahan steril. Sedangkan pendidihan yang dilakukan selama 1 jam secara terus menerus tidak akan menyebabkan bahan menjadi steril. Cara ini terutama dilakukan untuk menyeterilkan larutan yang mengandung gula yang labil.

1.3. STERILISASI DENGAN CARA PENYARINGAN
Beberapa larutan tidak dapat disterilkan dengan pemanasan tanpa mengubah bentuk fisis dan khemisnya. Serum dalam medium sangat mudah terkoagulasi oleh panas. Apabila jumlah serum cukup tinggi, medium akan berubah dari bentuk cair menjadi bentuk padat. Larutan garam fisiologis yang mempunyai komponen sodium bikarbonat yang tidak stabil dan akan rusak bila dipanaskan. Bikarbonat sangat mudah melepas karbon dioksid dan mengubahnya menjadi sodium karbonat yang lebih  bersifat basa. Enzim dan toksin bakteri mudah dirusak oleh panas. Ini merupakan beberapa dari sekian banya contoh yang dapat disebutkan.
Sterilisasi dengan cara penyaringan ini, digunakan secara luas pada industri obat terutama penggunaan larutan yang bersifat labil terhadap panas. Penyaringan mempunyai faedah yang berlainan dengan jenis-jenis sterilisasi yang lain. Penyaringan ini menghilangkan mikroorganisme, dan juga menghilangkan hasil-hasil metabolik yang terlarut, misalnya toksin, pyrogen dan bentuk-bentuk yang serupa. Cara ini digunakan juga secara luas pada industri minuman keras. Misalnya untuk menjernihkan bir dan menghilangkan khamir-khamir pada akhir fermentasi. Dalam hal ini penyaring yang relatif kasar dapat digunakan, karena partikel-partikel yang akan dihilangkan ialah khamir-khamir yang mempunyai ukuran lebih besar dari bakteri pada umumnya.
Sterilisasi dengan cara penyaringan ini, penting untuk mempertahankan kebersihan persediaan air dan digunakan secara umum. Ini bukanlah merupakan proses sterilisasi yang sesungguhnya, karena tidak dituntut untuk menghilangkan semua mikroorganisme, meskipun demikian penyaringan tersebut mengurangi jumlah klorin sampai pada tingkat yang cukup rendah, dimana klorin masih tetap efektif.
Type-type penyaring yang digunakan antara lain penyaring Chamberland dan penyaring Jenkin yang terbuat dari porselin, penyaring Berkefeld dan penyaring Mandler yang terbuat dari tanah diatom, penyaring yang dibuat dari serbuk kaca, penyaring yang terbuat dari asbes dan penyaring membran. Namun sekarang di industri-industri makanan dan minuman cara-cara ini sudah ditinggalkan karena banyak cara yang lebih efektif dan efisien. Sehingga tidak akan dibahas lebih jauh.


1.3. STERILISASI DENGAN RADIASI
Radiasi dalam dosis tertentu dapat mematikan mikroorganisme sehingga dapat digunakan untuk sterilisasi alat-alat. Sterilisasi dengan cara radiasi mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan sterilisai konvensional (menggunakan bahan kimia), yaitu : 
a)    Sterilisasi radiasi lebih sempurna dalam mematikan mikroorganisme
b)    Sterilisasi radiasi tidak meninggalkan residu kimia
c)    Karena dikemas dulu baru disterilisasi maka alat tersebut tidak mungkin tercemar mikroorganisme lagi sampai kemasan terbuka. Sedangkan dengan bahan kimia, setelah sterilisasi selanjutnya dikemas, jadi ada kemungkinan kontaminasi kembali pada proses pengemasannya (Arma, 2004).
Secara umum, radiasi-radiasi mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi atau dipengaruhi oleh material. Kemampuan dalam mempengaruhi material, dimanfaatkan untuk sterilisasi alat-alat kedokteran, perawatan kanker, mutasi tumbuhan dan pasteurisasi makanan. Radiasi juga telah dimanfaatkan untuk mensterilkan hama-hama tertentu (Siregar, 2004).
Walaupun energi yang ditumpuk sinar radioaktif pada makhluk hidup relatif kecil tetapi dapat menimbulkan pengaruh yang serius. Hal ini karena sinar radioaktif dapat mengakibatkan ionisasi, pemutusan ikatan kimia penting atau membentuk radikal bebas yang reaktif. Ikatan kimia penting misalnya ikatan pada struktur DNA dalam kromosom. Perubahan yang terjadi pada struktur DNA akan diteruskan pada sel berikutnya yang dapat mengakibatkan kelainan genetik, kanker dll (Arma, 2004). Dari hasil penelitian di beberapa Rumah Sakit di Purwokerto menunjukkan waktu yang paling efektif untuk sterilisasi dengan UV adalah 45 menit dengan jarak 1 m. Pengaruh radiasi pada manusia atau makhluk lain juga bergantung pada waktu paparan.  
Masalah utama yang dihadapi oleh produk bahan pangan di Indonesia ialah tingginya kerusakan pasca panen, termasuk akibat cemaran mikroorganisme dan serangga perusak pangan. Dalam upaya turut menanggulangi masalah tersebut PAIR-BATAN telah melakukan penelitian pengawetan bahan makanan dengan sinar gamma Cobalt-60 sejak tahun 1968.
Banyak keuntungan yang bisa diperoleh dengan menggunakan proses pengawetan iradiasi gamma. Proses pengawetan ini merupakan proses dingin, pemilihan bahan pengemas lebih luas, daya tembus sinar gamma besar, tidak meninggalkan residu kimia dan hemat energi. Iradiasi dapat dimanfaatkan untuk banyak aspek, misalnya membunuh serangga atau hama gudang menggantikan proses fumigasi untuk karantina sayur dan buah, menunda pertunasan umbi-umbian, menunda kematangan berbagai jenis buah, mempercepat keempukan sayuran kering dan kedelai, membasmi Salmonella, membasmi Vibrio parahaemolyticus, cacing pita dan cacing gelang. Pada masa sekarang, pemanfaatan sumber radiasi sinar gamma Cobalt-60 untuk teknik sterilisasi semakin dikembangkan oleh karena sangat efektif untuk membasmi mikroba pada suhu kamar (PAIR-BATAN, 2006).
Keuntungan teknik sterilisasi radiasi antara lain daya sterilisasi tinggi selama bahan pengemas baik dan tidak rusak, tidak menaikkan suhu selama proses sehingga sangat baik untuk bahan yang tidak tahan panas, bahan disterilkan dalam bentuk kemasan siap pakai, tidak meninggalkan residu dan tidak menyebabkan polusi (PAIR-BATAN, 2006).
Alat kesehatan yang umum disterilkan dengan radiasi yaitu pembalut penyerap, kapas dan kasa, pembalut parafin, pembalut obat, pembalut persalinan, wadah plastik, alumunium, alat karet, alumunium, alat suntik, masker muka, cawan petri, benang bedah, pita obat (band aid), alat tetes obat mata dan perlengkapan transfusi (PAIR-BATAN, 2006). Juga permen serta makanan kecil.
Bahan baku dan sediaan yang umum disterilisasikan dengan radiasi dapat berupa bubuk antibiotika, bubuk dan rajangan simplisia, tanaman obat, salep mata, talkum, bolbus alba dan amilum. Sterilisasi jaringan biologi amnion-chorion untuk pembalut luka bakar (PAIR-BATAN, 2006).



Contoh beberapa Metoda Sterilisasi susu :
Metoda
Pemanasan dan umur Simpan
Kemampuan
1. Pasteurisasi
- 72oC, selama 
  15 detik
- Maks. 4 hari.
Membunuh semua bakteri patogen tapi mikroba, spora dan bakteri berbahaya lainnya hanya lumpuh sementara, dan dapat berkembang biak lagi apabila tidak disimpan pada suhu 5-7oC.
2. Sterilisasi
- 100oC, selama 
  30 menit 
   (dipanaskan 
   bersama  
   kemasannya).
- Maks. 4 hari.
Semua bakteri mati, termasuk bakteri yang berguna untuk tubuh.
3 Spray-drying
   (susu bubuk)
- 180oC,selama 2 
   jam
- lama (tahun)
Semua bakteri mati, termasuk bakteri yang berguna untuk tubuh.
4. UHT
-135-140oC, 
  selama 2-5 detik
- 10 bulan
Suhu yang tinggi mampu membunuh semua bakteri patogen, termasuk mikroba pembusuk  dan spora, sedangkan waktu yang singkat mampu meminimalkan kerusakan nilai gizi serta mampu mempertahankan aroma, warna dan rasa sebenarnya.
Catatan : Pemanasan dalam jangka waktu yang lama membuat banyak kandungan vitamin dan mineral yang rusak / hilang, oleh karena itu dilakukan ’fortifikasi’ (penambahan vitamin dan mineral sintetis untuk menggantikan yang hilang selama pemrosesan)

D I S I N F E K S I
Disinfeksi ialah suatu usaha untuk memusnahkan jasad renik dengan menggunakan zat-zat kimia tertentu. Istilah disinfeksi pada mulanya diartikan hanya untuk usaha memusnahkan kuman atau jasad renik yang patogen saja. Zat kimia yang dipakai untuk disinfeksi disebut disinfektan. Sesungguhnya disinfeksi dan disinfektan dapat juga diartikan meliputi agensia fisik; tetapi yang akan ditulis dalam kertas kerja ini, hanya agensia kimia saja.
Usaha disinfeksi dapat bersifat mematikan atau menghambat pertumbuhan jasad renik. Hal ini antara lain ditemukan oleh macam, dosis, lama kontak disinfektan dengan jasad renik yang diuji, dan bahan yang akan disinfeksi. Jadi, pengaruh disinfektan pada jasad renik dapat bersifat mikrobiostatis (menghambat) atau mikrobiosida (mematikan).
Istilah-istilah yang erat hubungannya dengan pengertian disinfeksi antara lain germisida, bakterisida, antiseptik, virusida, fungisida.
Germisida ialah suatu disinfektan yang pada mulanya dimaksudkan hanya untuk memastikan pertumbuhan kuman-kuman (jasad renik patogen). Bakterisida ialah suatu disinfektan yang dapat mematikan jasad renik patogen maupun yang tidak patogen. Secara praktis kedua istilah tersebut ialah sama. Istilah antiseptik atau antisepsis, sesungguhnya sama saja dengan kedua istilah tersebut di atas, hanya biasanya digunakan untuk menyebutkan disinfektan yang penggunaannya kontak langsung dengan tubuh misalnya obat merah, obat kumur dan lain-lain.
Seringkali disinfektan diberi nama khusus sesuai dengan golongan jasad renik yang akan dimatikan misalnya virusida untuk virus, fungisida untuk fungi atau jamur, bakterisida untuk bakteri, algasida untuk algae atau ganggang.

1. SIFAT-SIFAT DISINFEKTAN YANG IDEAL
Disinfektan yang ideal untuk digunakan, seharusnya mempunyai sifat-sifat tertentu. Sifat-sifat tersebut antara lain mampu untuk mematikan bakteri dalam dosis yang relatif rendah, stabil, dapat larut dan homogen dalam air dan alkohol, tidak beracun bagi manusia, tidak menimbulkan korosif, terutama mampu menembus atau penetrasi sel bakteri dengan cepat dan efisien, secara ekonomis menguntungkan, mampu melarutkan lemak dan tidak menimbulkan bau yang tidak menyenangkan.
Sesungguhnya sulit untuk mendapatkan disinfektan yang sangat ideal seperti tersebut di atas. Aktifitas disinfektan sangat ditentukan oleh faktor-faktor lain misalnya : jenis jasad renik, faktor lingkungan dan lain-lain.
Banyak zat kimia yang dapat mematikan jasad renik pada umumnya atau jasad renik patogen khususnya. Tetapi tidak semua dapat dipakai sebagai disinfektan jika harus dalam dosis yang tinggi. Hal ini disebabkan karena tidak hanya patogen itu saja yang mati, tetapi juga menyebabkan kerugian bagi individu yang terkena (inang), kecuali itu juga tidak ekonomis.
Penggunaan disinfektan biasanya dilarutkan dalam air dan/atau alkohol. Oleh karenanya  disinfektan harus dapat larut dan homogen dalam air dan/atau alkohol. Sifat daya larut dan homogen sangat penting, sebab memungkinkan distribusi yang merata dari disinfektan.
Disinfektan yang digunakan untuk disinfeksi alat-alat atau barang-barang yang tidak hidup, jangan sampai merusak alat-alat tersebut, misalnya korosif, perubahan warna dan lain-lain.
Untuk mempercepat kerja disinfektan, maka disinfektan harus mampu melarutkan minyak dan lemak yang seringkali terdapat pada bahan-bahan yang akan didisinfeksi. Jika minyak dan lemak tak dapat dilarutkan, kerja disinfektan akan terhambat karena tidak dapat kontak langsung dengan sel bakteri.
Disinfektan yang akan digunakan diharapkan tidak menimbulkan bau yang tidak menyenangkan dan mudah digunakan bersama (dicampur) dengan zat-zat lain, misalnya : obat nyamuk.

2. PENGGOLONGAN DISINFEKTAN
Penggolongan disinfektan dapat didasarkan atas golongan senyawa kimianya atau berdasarkan penggunaannya. Berdasarkan penggolongan senyawa kimianya, maka disinfektan dapat digolongkan menjadi tujuh golongan yaitu : yang mengandung fenol, halogen, logam berat, formalin, senyawa-senyawa yang mudah menguap, sabun dan deterjen, dan senyawa-senyawa yang lain. Berdasarkan atas penggunaannya disinfektan dapat digolongkan atas tiga golongan yaitu : yang digunakan untuk disinfeksi kulit, disinfeksi air, dan disinfeksi alat-alat.
3. Penggolongan Disinfektan Berdasarkan Penggolongan     
    Senyawa Kimianya

3.1.  Disinfektan Yang Mengandung Fenol
Fenol (C6H5OH, asam karbol) dan derivat-derivatnya, pada mulanya digunakan sebagai germisida pada proses operasi, tetapi sekarang hanya digunakan untuk disinfeksi alat-alat saja, terutama lantai. Fenol merupakan disinfektan yang sangat baik dan biasanya digunakan dalam dosis yang rendah, larut dalam air dan sering kali digunakan bersama sabun.
Fenol dapat menyebakan keracunan pada protoplasma, kerusakan dinding sel dan presipitasi protein sel, pada dosis yang rendah menghambat sintesa protein, RNA dan DNA dan merusak membran sel. Fenol murni jarang sekali digunakan sebagai disinfektan. Yang biasa digunakan adalah derivat-derivat fenol, misalnya : cresol, lisol, bisfenol.

3.2.  Disinfektan Yang Mengandung Halogen.
Halogen berasal dari perkataan Yunani halos yang berarti garam dan halogen berarti pembentuk garam. Sebab mudah membentuk garam dengan zat yang lain, misalnya : sodium klorida (NaCl). Ada tiga halogen yang biasanya digunakan sebagai bakterisida, yaitu : klor, yodium dan brom. Brom jarang digunakan sebab harganya mahal dan beracun.
Klor dapat digunakan dalam bentuk gas, maupun dalam bentuk senyawa-senyawa halogen misalnya : kalsium hipoklorit (CaOCl), sodium hipoklorit (CaOCl), senyawa organik klorin dan senyawa-senyawa organik dari yodium.
Garam-garam klorit dapat dibagi menjadi dua berasarkan toksisitasnya terhadap Escherichia coli. Kelompok yang pertama mencakup garam yang dapat mencegah atau menghambat pertumbuhan E. coli dan dosis 2 – 0,05 M. Misalnya garam-garam klorit dari Na, K, Li, NH4, Sr, Mg, Ba, Mn, Te, dan Sn. Sedang kelompok yang kedua mampu menghambat pertumbuhan pada dosis 0,01 – 0,00001 M, misalnya garam klorit dari Na, Tl, Cu, Fe, Zn, Co, Pb, Al, Ce, Cd dan Hg.
Garam-garam klorit dari Na, K, NH4, dan Li dapat memungkinkan pertumbuhan maksimum pada dosis 0,25 M dalam waktu inkubasi 72 jam. Dosis garam, diatas atau di bawah 0,25 M kurang merangsang pertumbuhan tersebut. Garam-garam bivalen dari kelompok pertama umumnya lebih beracun dibandingkan dengan yang menovalen. Dosis yang memungkinkan pertumbuhan maksimum berkisar antara 0,05 – 0,025 M.
Klorin sering digunakan sebagai disinfektan untuk tempat-tepat persediaan/sumber air dan kolam renang. Campuran antara hipoklorit dan deterjen sangat penting untuk membersihkan dan disinfeksi alat-alat pada industri bahan makan atau rumah makan. Hipoklarit dapat mematikan bakteri, karena penetrasi germisida ke dalam sel bercampur dengan protoplasma, sehingga menyebabkan kematian organisme-organisme tersbeut. Hipoklorit dapat mematikan bakteri, tetapi tidak baik bila digunakan untuk disinfeksi logam dan pakaian, karena akan menimbulkan korosif dan/atau kerusakan.
Yodium merupakan bakterisida yang paling efektif dari halogen jika dibandingkan dengan senyawa yodium lainnya. Larutan alkohol dari yodium (tingtur) sering digunakan untuk luka, lecet, disinfeksi sebelum overasi, disinfeksi thermometer klinik dan lain-lain. Biasanya digunakan larutan yodium 2% dalam alkohol 70% atau yodium 2,5% da KI 2,5% dalam alkohol 90%. Beberapa individu sangat peka terhadap yodium, oleh karena itu sering digunakan yodofor.  Yodofor ialah senyawa-senyawa organik yang mengandung yodium. Yodofor tidak menyebabkan iritasi dan warna pada kulit, tidak berbau dan sangat efektif. Yodium dan yodofor dapat menyebabkan inaktivasi protein.

3.3. Disinfektan Yang Mengandung Logam Berat.
Disinfektan yang mengandung logam berat dan biasa digunakan adalah senyawa-senyawa anorganik yang mengandung merkuri atau perak (argentum). Senyawa-senyawa merkuri yang sering digunakan antara lain : merkuri klorida (HgCl2) merkurokrom (obat merah), mertiolate, metaphene dan henylmerkurik nitrat. HgCl2 digunakan sebagai disinfektan dengan perbandingan 1:1000. HgCl2 ini sangat bakteriostatik, tetapi sedikit bersifat bakterisida. Pada umumnya HgCl2 dapat digunakan unruk disinfeksi alat-alat dari gelas dan alat-alat dari karet, misalnya kateter dan termometer klinik. Untuk mencegah kerusakan jaringan dan korosif maka yang sering digunakan adalah senyawa-senyawa organik yang mengandung Hg. Adanya senyawa organik lebih efektif dari HgCl2. Pada mulanya HgCl2 digunakan sebagai antiseptik, tetapi sekarang tidak lagi karena beracun bagi jaringan dan bersifat korosif. Merkhurokrom misalnya, sering digunakan untuk disinfeksi lokal dan superfacial pada kulit dan luka-luka. Phenyl merkurik nitrat sangat efektif untuk obat luar, terutama untuk mencegah terhadap infeksi pada kulit. Senyawa ini biasanya dibuat dalam bentuk salep dengan dosis 10%. Semua disinfektan yang mengandung Hg sangat beracun bila masuk ke dalam tubuh. Disinfektan yang mengandung Hg dapat juga digunakan sebagai preservatif. Diduga disinfektan tersebut di atas menghambat kerja enzim sulfhidril (-SH) dan bereaksi dengan metabolit-metabolit tertentu, sehingga menyebabkan kerusakan pada sel.
Senyawa-senyawa yang mengandung perak (Ag) berifat bakteriostatis dalam dosis yang sangat rendah, dalam dosis yang agak tinggi dapat menyebabkan kerugian pada inang. Ion-ion Ag dapat menyebabkan keracunan pada protoplasma dan berkombinasi pada protein sel, sehingga menyebabkan koagulasi protein. Contoh dari disinfektan antara lain AgNO3 dan argyrol. AgNO3 1% sering digunakan untuk disinfeksi mata pada bayi yang baru lahir, terutama untuk mencegah infeksi penyakit gonorhoe. Disinfeksi dengan AgNO3 harus disertai dengan garam fisiologis untuk menghilangkan AgNO3 pada mata. Kadang-kadang penggunaan AgNO3 ini dicampur dengan fenol. Dalam dosis 5-20%, argyrol sering digunakan untuk mendisinfeksi mata, mukosa hidung dan saluran kencing (urethra).

3.4. Disinfeksi Dengan Menggunakan Formaldehyle/Formalin.
Formaldehyle merupakan disinfektan yang efektif baik dalam keadaan gas maupun cair. Bersifat bakterisida, tetapi juga sporisida dan fungisida. Dalam dosis + 5% dapat bersifat sporisida pada bakteri pembentuk endospora yang aerob selama 6 – 12 jam. Daya bakterisida/ sporisida dipengaruhi oleh suhu. Pada umumnya jamur lebih resisten daripada bakteri. Penggunaan sebagai fungisida, biasa digunakan untuk mencegah atau pengobatan terhadap infeksi oleh Microsporum albicans yaitu jamur yang sering menyebabkan penyakit kulit pada kaki.
Formalin juga sering digunakan untuk disinfeksi alat-alat, bisanya digunakan campuran formalin alkohol yaitu : 5% formalin dalam alkohol. Selain itu dapat juga campuran antara borax dan formalin ditambah sedikit sabun. Tetapi penggunaan senyawa-senyawa tersebut di atas jarang sekali karena sering mengakibatkan korosif dan menimbulkan bau (gas yang tidak menyenangkan).

3.5. Disinfeksi Dengan Menggunakan Senyawa-senyawa yang Mudah    
       Menguap.

                    
                                                         (O  +          C = O)
yang bersifat bakterisida dan sporisida, dalam keadaan cair tak berwarna, titk didih 162,3oC. Senyawa ini berbeda dengan etilen oksid karena tidak mudah terbakar dan sangat vesicant (dapat membengkakkan kulit/ menyebabkan terjadinya gelembung di atas kulit) dan menyebabkan iritasi pada mata. Oleh karenanya harus digunakan secara hati-hati. Dibandingkan dengan etilen oksid, maka beta propiolakton yang digunakan pada setiap bahan lebih sedikit 2 – 5 mg/l.
Larutan-larutan organik yang lain misalnya kloroform, toluol, xylol, aseton dan ether, dapat mematikan bakteri khususnya entorobakter dengan cepat. Kloroform paling banyak digunakan karena tidak mudah terbakar.  Gas kloroform juga bersifat bakterisida dan ring digunakan untuk sterilissi alat-alat dari gelas.
Mekanisme kerja etilen oksid diduga menyebabkan reaksi alkilasi dengan denyawa-senyawa organik, enzim dan protein lainya. Adanya alkilasi ini mengakibatkan perhatian atom dihrogen aktif dalam senyawa organik tersebut. (Misal atom hidrogen pada karboksil bebas, gugus amino/sulfhidril) dengan gugus alkil. Reaksi ini memungkinkan, menyebabkan enzim yang mengandung sulfhidril tidak aktif.

H2C – CH2 + enzim           enzim – S – CH2 – CH2 – OH.
                                                              (inaktif)

3.6. Deterjen dan Sabun
Dalam kehidupan rumah tangga saat sekarang ini, sering digunakan deterjen untuk mencuci pakaian dan alat-alat. Deterjen ini berperanan sebagai pereduksi, dapat melarutkan dan menghilangkan lemak. Deterjen ini dibagi menjadi  tiga kelompok yaitu : anion, nonion dan kation. Deterjen yang anion adalah deterjen yang potensi reduksi tahanan mukanya ditentukan oleh ion-ion negatif yang ada pada molekulnya. Misalnya Sodium lauryl sulfate. Deterjen yang nonion biasanya merupakan senyawa-senyawa eter dan poligliserol. Deterjen kation terutama adalah derivat-derivat NH4Cl (quats). Misalnya senyawa-senyawa Zephiran, cupryn, phemerol klorid, disparene klorid, CTAB dan Roccal. Deterjen kation mempunyai daya disinfeksi dan daya reduksi tahanan muka yang paling baik bila dibandingkan dengan kedua kelompok yang lain. Daya disinfeksinya terutama terhadap bakteri gram positif. Untuk keperluan rumah tangga, yang baik dan sering digunakan adalah deterjen union, sebab daya reduksi tahanan muka besar meskipun daya disinfeksinya kecil.Sabun yang biasa digunakan, merupakan deterjen anion dan mempunyai daya reduksi tahanan muka yang besar, oleh karena itu sangat efektif untuk melarutkan lemak dan minyak, bahkan untuk menghilangkan bakteri dari pakaian atau alat-alat yang dicuci. Sabun yang mengandung asam-asam  lemak jenuh efektif mendisinfeksi bakteri patogen usus, sedangkan yang mengandung asam lemak tak jenuh efektif terhadap patogen respirasi.

3.7. Disinfektan Yang Lain.
Selain keenam golongan disinfektan di atas ada pula disinfektan tidak termasuk dalam golongan-golongan tersebut di atas. Misalnya pewarna-pewarna bakteri tertentu, pengoksider.
Pewarna-pewarna bakteri tertentu dapat mendisinfeksi (menghambat pertumbuhan bakteri tertentu). Anilin dan akridin sangat efektif terhadap bakteri gram positif; proflavin dan akriflavin sangat efektif pada tempat-tempat yang mengandung banyak bahan-bahan organik; kristal violet sering digunakan untuk disinfeksi kulit, mulut, uerthra atau vigina. Terutama untuk menyembuhkan infeksi yang disebabkan oleh jamur dan pada dosis tertentu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif.
Agensia pengoksider yang sering digunakan sebagai disinfektan antara lain : hidrogen peroksida, potasium permanganat dahulu digunakan sebagai antiseptif, tetapi dapat dengan mudah diinaktivasi oleh zat-zat organik sehingga tak dapat disebut sebagai disinfektan yang baik.
Asam borat mempunyai aktivitas sebagai anti bakteri, meskipun asam borat ini dapat menghasilkan reaksi-reaksi yang bersifat toksik, dan merupakan disinfektan yang efektif. Asam borat berifat bakteriostatik dan digunakan mengawetkan sampel-sampel urin pada laboratorium.
Sodium azide seringkali digunakan untuk mengawetkan bahan-bahan biologis terutama antiserum. Sodium azide ini menghambat esterifikasi pospat inorganik dan dapat digunakan dalam dosis yang rendah (misal 0,08%). Sodium azide ini sangat beracun terhadap manusia maupun hewan.






4. Penggolongan Disinfektan Berdasarkan Penggunaannya.
Berdasarkan penggunaannya, disinfektan dapat digolongkan menjadi empat golongan yaitu : disinfektan kulit, disinfektan air, disinfektan alat-alat dan disinfektan udara.

4.1.  Disinfektan Kulit.
Kulit perlu didisinfeksi, misalnya disinfeksi tangan, sebelum operasi dilakukan, sebelum disuntik dan bila terjadi luka. Untuk disinfeksi tangan biasanya digunakan sabun yang mengandung disinfektan tertentu. Sebelum operasi dilakukan, bagian kulit yang akan dioperasi harus didisinfeksi terlebih dahulu. Untuk itu terlebih dahulu harus dilakukan pencukuran rambut, kemudian dicuci dengan air sabun atau alkohol 70% atau sabun yang mengandung disinfektan tertentu. Disinfeksi kulit yang akan disuntik biasanya menggunakan alkohol 70% dan kadang-kadang ditambah 1% yodium. Untuk disinfeksi pada kulit, biasa digunakan larutan yodium dengan HgCl2 (merkurokrom, larutan alkohol dari yodium/yodium tingtur), selain itu juga obat-obatan dari sulfa dan antibiotik.

4.2.  Disinfektan Air
Untuk disinfeksi air sering digunakan klor, hal ini disebabkan karena klor dapat berupa serbuk, cairan dan gas; harganya murah; digunakan dengan dalam dosis yang rendah (+ 7000 mg/l); sisanya tidak berbahaya bagi manusia dan sangat efektif untuk disinfeksi jasad renik yang terdapat di air.
Klor merupakan zat pengoksidasi yang kuat yang dapat berkombinasi dengan zat-zat pereduksi atau senyawa-senyawa organik yang tidak jenuh. Misalnya :

H2S + 4 Cl2 + 4 H2O                          H2SO4 + 8 HCl.

Jumlah klor yang akan digunakan harus ditentukan terlebih dahulu. Terutama berdasarkan BOD-nya sebab 1 mg/l dari klor digunakan akan bereaksi denga air. Ada tidaknya amonia akan menentukan reaksi tersebut.

4.3. Disinfektan Alat-Alat
        Sesudah dan sebelum menggunakan alat-alat seringkali alat-alat tersebut harus  disterilkan terlebib dahulu. Disinfektan yang sering digunakan tergantung dari penggunaari alat-alat tersebut.  Untuk di sinfeksi  termometer, biasanya digunakan antara lain campuran sabun dengan 90% etil alkohol, kemudian dicuci dengan air atau 0,5-1%  yodium dalam 70% etil/isopropil alkohol selama 10 menit.
Untuk pakaian yang digunakan dalam laboratoriurn; ruang steril atau ruang operasi dapat didisinfeksi dengan menggunakan disinfektan gas,  tapi biasanya distenilisasi dengan autoklaf.

4.4.  Disinfektan Udara.  
Disinfeksi udara biasanya menggunakan sinar ultra-violet dan/atau disinfektan kemis (kemikalin gas). Sinar ultra-violet sering digunakan dalam ruang steril dan ruang operasi. Kelemahan penggunaan sinar ultra-violet antara lain dapat menyebabkan iritasi mata dan kulit dan tidak dapat menembus permukaan.
Disinfektan gas yang sering digunakan utnuk sterilisasi udara misalnya gas etilen oksid, gas formalin dan serosol. Ada 2 macam aerosol, yaitu propiilin glikol dan trietilen glikol. Penggunaan disinfektan gas untuk disinfeksi udara dalam suatu ruangan tertentu harus dilengkapi dengan sistem ventilasi yang baik.

5. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES DISINFEKSI

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses disinfeksi sangat bervariasi, tetapi dapat dikelompokkan dalam tiga golongan.
a.  Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Zat-zat Kimia
-         Keadaan sebenarnya dari substansi kimia dalam bentuk organik maupun anorganik.
-         Ionisasi yang tetap (konstan)
-         Konsentrasi disinfektan
-         Solubilitas sel-sel bakteria
-         Afinitas disinfektan terhadap sel bakteri dan protoplasma
-         Kerja dari disinfektan. Misalnya menyebabkan oksidasi presipitasi dan lain-lainnya.
b.  Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Bakteri.
-         Spesies organisme
-         Komposisi kimia dari organisme
-         Fase pertumbuhan, terutama dalam hubungannya dengan perbedaan kepekaan antara sel-sel yang masih muda dibanding dengan sel-sel yang telah tua atau dibandingkan dengan sel-sel yang seusia. Pada umumnya sel-sel yang muda lebih peka daripada sel-sel yang tua.
-         Bentuk-bentuk khusus, misalnya adanya spora, kapsul.
-         Dissosiasi, dalam hubungannya untuk membedakan kepekaan bakteria (jasad renik dalam campuran penguji).

a.    Faktor – faktor  Umum Yang  Mempengaruhi  Jasad  Renik  dan Disinfektan Dalam Proses Secara Menyeluruh.

-         Temperatur, Koefisien temperatur disinfektan tinggi, yaitu Q10 = 2 – 5 hubungan permukaan, terutama proses adaptasi dan tahanan muka, juga hubungan dalam perubahan dosis substansi pada permukaan, perubahan premeabilities dan difusi.
-         Dosis ion-ion hidrogen.
-         Adanya elektrolit-elektrolit lainnya yang mempengaruhi ionisasi dari zat-zat kimia substansi pada sel.
-         Adanya substansi-substansi organik, terutama protein yang bereaksi dengan substansi atau membentuk lapisan pelindung pada organisme, seringkali mengurangi kerja disinfektan.
-         Tekanan, hal ini sangat penting terutama pada beberapa kasus misalnya terhadap substansi gas.
-         Waktu




6. KOEFISIEN FENOL
Untuk dapat menggunakan macam dan dosis disinfektan yang tepat untuk tujuan tertentu, perlu dilakukan pengujian daya disinfeksi disinfektan tersebut. Pengujian yang akan dibebaskan adalah penentuan koefisien fenol.

1.  Penentuan Koefisien Fenol
Koefisien fenol dari suatu disinfektan ialah perbandingan antara daya bunuh suatu disinfektan tertentu dengan fenol. Bakteri yang sering digunakan sebagai “test organisme” dalam penentuan koefisien fenol, terutama adalah Salmonella typhi, Staphyllococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Biakan yang digunakan ini biasanya diinkubasikan selama 48 jam dengan suhu 37oC.
Medium yang digunakan dalam penentuan koefisien fenol adalah medium nutrien cair, medium sintetis, medium nutrien agar. Jika menggunakan medium-medium tersebut tidak memberikan hasil yang baik, maka dapat digunakan medium thioglycolate cair, medium cair letheen dan medium cystein trypticase agar (bagian 2a-c).
Alat-alat yang diperlukan antara lain : pipet 1,5 dan 10 ml; gelas ukur; tabung reaksi 25 x 150 mm dan/atau 20 x 150 mm); penangas air; rak tabung reaksi; jarum ose dan inkubator.

Pengujian koefisien fenol dilakukan sebagai berikut :
Pertama-tama dibuat berbagai jenis dosis disinfektan yang akan diuji dan larutan fenol (1 : 90 dan 1 : 100). Masing-masing larutan ditempatkan pada tabung reaksi sebanyak 5 ml kemudian diinokulasi dengan biakkan bakteri yang sudah tersedia dan dibiarkan selama 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Setelah itu dari tiap-tiap tabung reaksi diambil 1 ose dan diinokulasi pada medium lain yang telah tersedia dan iinkubasi selama 48 jam dengan suhu 37oC dan diamati dan tidaknya pertumbuhan bakteri.
Dari data yang diperoleh, dapat dihitung koefisien fenol dari disinfektan yang akan diuji. Yang digunakan dalam perhitungan koefisien fenol adalah larutan disinfektan dan larutan fenol yang menunjukkan pertumbuhan bakteri setelah kontak selama lima menit, tetapi tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri selama 10 menit.
Contoh :
Pengenceran
Disinfektan (X)
5 menit
10 menit
15 menit
1 – 300
-
-
-
1 – 325
+
-
-
1 – 350
+
-
-
1 – 375
+
+
-
1 – 400
+
+
+

F e n o l
              1 – 90
+
-
-
1 – 100
+
+
+

Koefisien fenol fenol  :      3,89






Hasil yang diperoleh dikatakan memuaskan bola fenol yang digunakan sebagai kontrol memberikan hasil sebagai berikut :

F e n o l
5 menit
10 menit
15 menit
1 – 90
+ / -
+ / -
-
1 – 100
+
+
+ / -

Apabila tak ada satupun pengeceran disinfektan yang memperlihatkan pertumbuhan setelah 5 menit dan mematikan dalam waktu 10 menit, maka digunakan rata-rata dari pengenceran. Yaitu bila ada tiga deret pengenceran sebagai berikut : pertama, tidak ada pertumbuhan setelah 5 menit; kedua, ada pertumbuhan setelah 5 menit dan 10 menit, tetapi tidak setelah 15 menit; dan ketiga, ada pertumbuhan setelah 5, 10 dan 15 menit.
Contoh :
Pengenceran
Disinfektan (Y)
5 menit
10 menit
15 menit
1 – 300
-
-
-
1 – 350
+
++
-
1 – 400
+
+
+

F e n o l
1 – 50
-
-
-
1 – 100
+
+
+

Koefisien fenol fenol  :     
325
=  3,24
  85

Untuk nilai koefisien fenol harus dibulatkan satu angka di belakang koma. Jadi kedua contoh di atas, koefisien fenol ditulis 3,9 dan 3,4 sebagai ganti 3,89 dan 3,42.

Kontrol Pertumbuhan Bakteri

STERILISASI             Salah satu hasil praktis yang terpenting dalam mempelajari perkembangan secara spontan (“ spontaneous generation...