STERILISASI
Salah
satu hasil praktis yang terpenting dalam mempelajari perkembangan secara
spontan (“spontaneous generation”)
ialah perkembangan metoda sterilisasi yang memadai.
Sterilisasi didefinisikan sebagai
pemusnahan segala sesuatu yang hidup secara fisik atau/dan juga secara kimia.
Secara fisika, misalnya sterilisasi dengan cara pemanasan, penyaringan dan
radiasi. Sterilisasi secara kimia lebih dikenal dengan sebutan disinfeksi.
Sterilisasi dengan cara pemanasan,
dapat menggunakan uap air yang panas maupun dengan udara panas yang kering. Hal
ini tergantung dari bahan yang akan disterilisasikan. Untuk bahan-bahan yang
tidak tahan terhadap panas yang tinggi, disterilisasikan dengan cara
penyaringan. Penyaringan-penyaringan tersebut dibuat dari bermacam-macam bahan
dasar. Sterilisasi dengan cara kimia (disinfeksi), menunjukkan adanya
disinfektan yang bersifat mikrobiostatik dan mikrobiosida.
Dalam
mikrobiologi, bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan sering kali harus
disterilkan dahulu sebelum digunakan. Misalnya medium yang digunakan untuk
menumbuhkan jasad renik harus disterilkan terlebih dahulu. Dalam hal ini harus
dicegah terjadinya evaporasi dan untuk itu sterilisasi dilakukan dengan cara
menggunakan uap air yang panas. Untuk alat-alat gelas dapat disterilkan dengan
udara kering yang panas maupun dengan zat-zat kimia.
Pada dasarnya ada empat alasan
mengapa sterilisasi ini sangat penting.
Adapun alasan mengapa diperlukan sterilisasi ialah :
-
Mencegah infeksi pada manusia, hewan dan
tumbuh-tumbuhan.
-
Mencegah
pembusukan bahan pangan dan komoditas lainnya.
-
Mencegah kontaminasi mikroorganisme pada biakan murni
atau proses fermentasi murni.
-
Dan mencegah adanya kontaminasi pada bahan-bahan dan
alat-alat yang digunakan dalam laboratorium yang memerlukan teknik biakan
murni.
1.
STERILISASI DENGAN CARA PEMANASAN
Metoda-metoda
yang sering kali digunakan dalam proses sterilisasi bahan-bahan makanan dan
alat-alat laboratorium pada umumnya menggunakan panas. Dalam bakteriologi
dikenal tiga macam sterilisasi dengan cara pemanasan untuk memusnahkan semua
organisme yang hidup. Ketiga cara tersebut ialah sterilisasi dengan menggunakan
udara panas yang kering, sterilisasi dengan menggunakan uap air yang panas dan
sterilisasi dengan cara dipanaskan sampai mendidih.
1.1. Sterilisasi
dengan Menggunakan Udara Panas yang
Kering.
Udara
panas yang kering digunakan dalam sterilisasi dan alat yang digunakan disebut
oven. Alat ini terdiri dari tiga buah dinding dan dua buah ruangan. Dinding
yang terluar diselubungi oleh asbes untuk mengurangi panas. Pada tepi-tepi
antara dinding yang terluar dan dinding tengah terdapat “glass wool” sebagai
penyekat atau perendam panas. Arus konveksi berputar melalui rongga dinding dan
dalam oven, sedang hasil pembakaran keluar melalui lubang di atas.
Temperatur
yang digunakan pada sterilisasi ini ialah 170oC – 180oC selama satu jam. Untuk menghindari
temperatur yang meningkat terus dari temperatur yang dikehendaki, maka dapat
menggunakan oven yang mempunyai alat pengukur temperatur.
Sterilisasi
dengan menggunakan udara panas yang kering dapat digunakan untuk menyetirilkan
bermacam-macam alat-alat laboratorium yang terbuat dari logam dan gelas yang
tahan panas. Cara sterilisasi ini tidak digunakan untuk penyeterilan medium,
karena dengan cara ini medium akan menjadi kering.
Dibandingkan
dengan panas lembab, panas kering kurang efisien dan membutuhkan suhu lebih
tinggi serta waktu yang lebih lama untuk sterilisasinya. Hal ini disebabkan
karena tanpa kelembaban tidak ada panas laten. Contohnya,
albumin telur dengan kelembaban 50% menggumpal pada suhu 56o C,
sedangkan tanpa kelembaban baru menggumpal pada suhu 160-175o C.
Bentuk kehidupan yang paling tahan panas yaitu endospora bakteri, berprilaku
seakan-akan tidak mengandung kelembaban, maka panas kering harus mencapai suhu
160-175o C untuk dapat mematikannya
Tabel III. 1. Waktu dan
Suhu yang Sering Digunakan pada Sterilisasi Panas Kering
Suhu (oC)
|
Waktu (Jam)
|
170
|
1,0
|
160
|
2,0
|
150
|
2,5
|
140
|
3,0
|
1.2. Sterilisasi
dengan Menggunakan Uap Air yang Panas.
Diketahui bahwa uap air yang panas
lebih efektif sebagai agensia dalam sterilisasi dibanding dengan udara panas
yang kering. Anggapan ini berdasarkan pendapat bahwa uap air yang panas
mempunyai kekuatan penetrasi yang besar, sehingga dapat menyebabkan kematian
sel. Hal ini disebabkan karena koagulasi protein pada protoplasma. Kenaikan
jumlah air pada protoplasma menyebabkan protein berkoagulasi, walaupun
temperatur rendah. Sterilisasi yang menggunakan uap air yang panas meliputi
sterilisasi secara Arnold dan sterilisasi dengan menggunakan autoklaf.
1.2.1. Sterilisasi Secara Arnold.
Sterilisasi dengan cara ini
menggunakan alat yang menghasilkan aliran uap air yang panas di mana uap tersebut berfungsi sebagai agensia
sterilisasi. Alat tersebut dibuat berdasarkan atas kecepatan pembentukan uap air
yang secara otomatis berasal dari air yang diletakkan pada reservoar yang
terbuka. Air dari reservoar tersebut masuk mengalir melalui lubang dan masuk ke
dalam tempat uap, dan di tempat ini terjadi pemanasan. Karena pada bagian
dasarnya terdapat lapisan air dalam jumlah yang sedikit, maka uap yang
dihasilkan sangat cepat. Uap muncul melalui satu lubang di tengah dari alat
tersebut dan masuk ketempat sterilisasi.
Sterilisasi dipengaruhi oleh air yang
mengalir dengan temperatur kira-kira 100oC selama 20 menit atau lebih lama,
selama tiga hari terturut-turut. Lama dari periode pemanasan ini tergantung
dari keadaan alami dan ukuran dari bahan yang akan disterilkan. Agar misalnya,
harus cair seluruhnya sebelum mulai periode pemanasan.
Harus diingat bahwa temperatur 100oC
selama 20 menit tidak cukup lama untuk menghancurkan spora. Prinsip ini
didasarkan atas pemanasan pada periode pertama untuk mematikan semua sel
vegetatif yang ada dan sesudah 24 jam apabila ada spora yang ada, spora-spora
tersebut akan berkecambah menjadi sel-sel vegetatif, sehingga pemanasan yang
kedua mematikan sel-sel vegetatif yang ada. Kadang-kadang apa spora yang tidak
menjadi sel vegetatif apabila tidak dilakukan pemanasan terlebih dahulu, oleh
karenanya tambahan periode 24 jam dimaksudkan untuk memastikan bahwa semua
spora sudah menjadi sel-sel vegetatif.
Cara sterilisasi ini dapat
menggagalkan perkecambahan spora, kegagalan ini antara lain disebabkan karena
mungkin medium tidak cocok untuk perkecambahan spora. Misalnya air yang telah
didestilasi merupakan faktor lingkungan yang jelek untuk pertumbuhan bakteri.
Sehingga tidak akan menyebabkan spora berkecambah menjadi sel vegetatif, atau
dapat juga spora-spora bakteri anaerob yang ada tidak akan berkecambah pada
medium yang kontak dengan udara (oksigen atmosfir).
Sterilisasi secara Arnold digunakan untuk sterilisasi
medium-medium gelatin, susu, dan karbohidrat. Temperatur yang lebih tinggi atau
waktu sterilisasi yang lama mengakibatkan hidrolisa atau dekomposisi
karbohidrat dan menyebakan gelatin tidak dapat membeku (solid). Dengan
demikian medium tersebut tak dapat digunakan karena telah rusak.
1.2.2.
Sterilisasi dengan Menggunakan Autoklaf.
Autoklaf
merupakan silinder atau tabung yang terbuat dari logam dan mempunyai dinding
rangkap di seluruh bagiannya, kecuali bagian depannya. Dibuat sedemikian rupa karena dipersiapkan
untuk melawan tekanan uap tempat atmosfir.
Prinsip pada metoda ini ialah air
mendidih pada temperatur kira-kira 100oC, dan hal ini tergantung pada tekanan
uap atau udara di atmosfir. Untuk itu bila tekanan uap dalam silinder yang
tertutup terebut mencapai 1 atmosfir, maka temperatur meningkat sampai mencapai
121,6oC.
Hubungan antara tekanan dan
temperatur diperlihatkan pada Tabel II.1.
Pada
umumnya sterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada tekanan 1 atmosfir dalam
waktu 15 menit dan temperatur 121,6oC. Temperatur ini penting sekali untuk
menghancurkan sel-sel vegetatif dan spora-spora secara persamaan.
Tabel III. 2. Hubungan
Tekanan-Suhu-Waktu pada Sterilisasi dengan Uap Bertekanan.
Tekanan
Uap (atm) *
|
Suhu
(oC)
|
Waktu
yang diperlukan untuk mematikan spora tahan panas (menit)
|
0,0
|
100
|
-
|
0,5**
|
111,3
|
15 - 60
|
0,7**
|
115,5
|
15 - 60
|
1,0**
|
121,6
|
12 - 15
|
1,3
|
126,5
|
5 - 12
|
2,0
|
134,0
|
3 - 5
|
Keterangan :
* tekanan uap pada ketinggian permukaan laut.
Suhu bagi tekanan uap di Tabel tidak berlaku bila sterilisator terdapat udara
meskipun sedikit.
** Kombinasi
yang umum dipakai
Tindakan-tindakan pencegahan tertentu
harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kegagalan sterilisasi. Penyebab utama
dari kegagalan ini ialah tidak sempurnanya pengosongan udara dari ruangan.
Selain itu pencegahan lain yang dilakukan ialah agar uap dapat mudah memasuki
bahan-bahan yang disterilkan.
Panas lembab sangat efektif meskipun
pada suhu yang tidak begitu tinggi, karena uap air berkondensasi pada
bahan-bahan yang disterilkan, dilepaskan panas sebanyak 686 kalori per gram uap
air pada suhu 121o C. Panas ini mendenaturasikan atau
mengkoagulasikan protein pada organisme hidup sehingga organisme itu mati.
Autoklaf digunakan untuk
menyeterilkan bermacam-macam medium, baik padat maupun cair, dengan atau tanpa
karbohidrat, medium gelatin, air suling dan lain-lain. Cara sterilisasi ini
dipergunakan juga secara komersial untuk proses-proses makanan kaleng, Namun
sekarang untuk mempertahankan warna, tekstur dan cita rasa makanan/minuman
banyak digunakan cara-cara sterilisasi lainnya seperti Radiasi atau metoda
lainnya.
1.2.3. Sterilisasi dengan Cara Dipanaskan Sampai Mendidih.
Sterilisasi ini lebih dikenal dengan
sebutan tindalisasi. Tyndall berhasil mengembangkan suatu cara sterilisasi
dengan pemanasan yaitu mendidihkan bahan yang akan disterilkan dalam waktu yang
singkat. Jika pada sterilisasi Arnold yang
digunakan sebagai agensia sterilisasi ialah uap air yang panas, pada
tindalisasi bahan yang akan disterilkan dididihkan dalam waktu yang singkat dan
dilakukan pengulangan.
Ulangan
dengan interval tertentu dimaksudkan untuk meniadakan spora-spora yang lambat
masa perkecambahannya. Tyndall menyatakan bahwa pendidihan secara tidak terus
menerus dengan waktu 1 menit dan diulang lima kali berturut-turut akan
menjadikan bahan steril. Sedangkan pendidihan yang dilakukan selama 1 jam
secara terus menerus tidak akan menyebabkan bahan menjadi steril. Cara ini
terutama dilakukan untuk menyeterilkan larutan yang mengandung gula yang labil.
1.3.
STERILISASI DENGAN CARA PENYARINGAN
Beberapa
larutan tidak dapat disterilkan dengan pemanasan tanpa mengubah bentuk fisis
dan khemisnya. Serum dalam medium sangat mudah terkoagulasi oleh panas. Apabila
jumlah serum cukup tinggi, medium akan berubah dari bentuk cair menjadi bentuk
padat. Larutan garam fisiologis yang mempunyai komponen sodium bikarbonat yang
tidak stabil dan akan rusak bila dipanaskan. Bikarbonat sangat mudah melepas
karbon dioksid dan mengubahnya menjadi sodium karbonat yang lebih bersifat basa. Enzim dan toksin bakteri mudah
dirusak oleh panas. Ini merupakan beberapa dari sekian banya contoh yang dapat
disebutkan.
Sterilisasi
dengan cara penyaringan ini, digunakan secara luas pada industri obat terutama
penggunaan larutan yang bersifat labil terhadap panas. Penyaringan mempunyai
faedah yang berlainan dengan jenis-jenis sterilisasi yang lain. Penyaringan ini
menghilangkan mikroorganisme, dan juga menghilangkan hasil-hasil metabolik yang
terlarut, misalnya toksin, pyrogen dan bentuk-bentuk yang serupa. Cara ini
digunakan juga secara luas pada industri minuman keras. Misalnya untuk
menjernihkan bir dan menghilangkan khamir-khamir pada akhir fermentasi. Dalam
hal ini penyaring yang relatif kasar dapat digunakan, karena partikel-partikel
yang akan dihilangkan ialah khamir-khamir yang mempunyai ukuran lebih besar
dari bakteri pada umumnya.
Sterilisasi
dengan cara penyaringan ini, penting untuk mempertahankan kebersihan persediaan
air dan digunakan secara umum. Ini bukanlah merupakan proses sterilisasi yang
sesungguhnya, karena tidak dituntut untuk menghilangkan semua mikroorganisme,
meskipun demikian penyaringan tersebut mengurangi jumlah klorin sampai pada
tingkat yang cukup rendah, dimana klorin masih tetap efektif.
Type-type
penyaring yang digunakan antara lain penyaring Chamberland dan penyaring Jenkin
yang terbuat dari porselin, penyaring Berkefeld dan penyaring Mandler yang
terbuat dari tanah diatom, penyaring yang dibuat dari serbuk kaca, penyaring
yang terbuat dari asbes dan penyaring membran. Namun sekarang di
industri-industri makanan dan minuman cara-cara ini sudah ditinggalkan karena
banyak cara yang lebih efektif dan efisien. Sehingga tidak akan dibahas lebih
jauh.
1.3. STERILISASI
DENGAN RADIASI
Radiasi dalam
dosis tertentu dapat mematikan mikroorganisme sehingga dapat digunakan untuk
sterilisasi alat-alat. Sterilisasi dengan cara radiasi mempunyai beberapa
keunggulan jika dibandingkan dengan sterilisai konvensional (menggunakan bahan
kimia), yaitu :
a)
Sterilisasi radiasi lebih sempurna dalam mematikan
mikroorganisme
b)
Sterilisasi
radiasi tidak meninggalkan residu kimia
c)
Karena dikemas
dulu baru disterilisasi maka alat tersebut tidak mungkin tercemar
mikroorganisme lagi sampai kemasan terbuka. Sedangkan dengan bahan kimia,
setelah sterilisasi selanjutnya dikemas, jadi ada kemungkinan kontaminasi
kembali pada proses pengemasannya (Arma, 2004).
Secara umum, radiasi-radiasi mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh material. Kemampuan dalam mempengaruhi
material, dimanfaatkan untuk sterilisasi alat-alat kedokteran, perawatan
kanker, mutasi tumbuhan dan pasteurisasi makanan. Radiasi juga telah
dimanfaatkan untuk mensterilkan hama-hama tertentu (Siregar, 2004).
Walaupun
energi yang ditumpuk sinar radioaktif pada makhluk hidup relatif kecil tetapi
dapat menimbulkan pengaruh yang serius. Hal ini karena sinar radioaktif dapat
mengakibatkan ionisasi, pemutusan ikatan kimia penting atau membentuk radikal
bebas yang reaktif. Ikatan kimia penting misalnya ikatan pada struktur DNA
dalam kromosom. Perubahan yang terjadi pada struktur DNA akan diteruskan pada
sel berikutnya yang dapat mengakibatkan kelainan genetik, kanker dll (Arma,
2004). Dari hasil penelitian di beberapa Rumah Sakit di Purwokerto menunjukkan
waktu yang paling efektif untuk sterilisasi dengan UV adalah 45 menit dengan
jarak 1 m. Pengaruh radiasi pada manusia atau makhluk lain juga bergantung pada
waktu paparan.
Masalah utama yang dihadapi oleh produk bahan pangan di
Indonesia ialah tingginya kerusakan pasca panen, termasuk akibat cemaran
mikroorganisme dan serangga perusak pangan. Dalam upaya turut
menanggulangi masalah tersebut PAIR-BATAN telah melakukan penelitian pengawetan
bahan makanan dengan sinar gamma Cobalt-60 sejak tahun 1968.
Banyak keuntungan yang bisa diperoleh dengan menggunakan
proses pengawetan iradiasi gamma. Proses pengawetan ini merupakan proses dingin, pemilihan
bahan pengemas lebih luas, daya tembus sinar gamma besar, tidak meninggalkan
residu kimia dan hemat energi. Iradiasi dapat dimanfaatkan untuk banyak aspek,
misalnya membunuh serangga atau hama gudang menggantikan proses fumigasi untuk
karantina sayur dan buah, menunda pertunasan umbi-umbian, menunda kematangan
berbagai jenis buah, mempercepat keempukan sayuran kering dan kedelai, membasmi
Salmonella, membasmi Vibrio parahaemolyticus, cacing pita dan cacing gelang.
Pada masa sekarang, pemanfaatan sumber radiasi sinar gamma Cobalt-60 untuk
teknik sterilisasi semakin dikembangkan oleh karena sangat efektif untuk
membasmi mikroba pada suhu kamar (PAIR-BATAN, 2006).
Keuntungan teknik sterilisasi radiasi antara lain daya
sterilisasi tinggi selama bahan pengemas baik dan tidak rusak, tidak menaikkan
suhu selama proses sehingga sangat baik untuk bahan yang tidak tahan panas,
bahan disterilkan dalam bentuk kemasan siap pakai, tidak meninggalkan residu
dan tidak menyebabkan polusi (PAIR-BATAN, 2006).
Alat kesehatan yang umum disterilkan dengan radiasi yaitu
pembalut penyerap, kapas dan kasa, pembalut parafin, pembalut obat, pembalut
persalinan, wadah plastik, alumunium, alat karet, alumunium, alat suntik,
masker muka, cawan petri, benang bedah, pita obat (band aid), alat tetes obat mata dan perlengkapan transfusi
(PAIR-BATAN, 2006). Juga permen serta makanan kecil.
Bahan baku dan sediaan yang umum disterilisasikan dengan
radiasi dapat berupa bubuk antibiotika, bubuk dan rajangan simplisia, tanaman
obat, salep mata, talkum, bolbus alba dan amilum. Sterilisasi jaringan biologi
amnion-chorion untuk pembalut luka bakar (PAIR-BATAN, 2006).
Contoh
beberapa Metoda Sterilisasi susu :
Metoda
|
Pemanasan dan umur
Simpan
|
Kemampuan
|
1. Pasteurisasi
|
- 72oC, selama
15 detik
- Maks. 4 hari.
|
Membunuh semua bakteri patogen tapi mikroba, spora dan bakteri berbahaya
lainnya hanya lumpuh sementara, dan dapat berkembang biak lagi apabila tidak
disimpan pada suhu 5-7oC.
|
2. Sterilisasi
|
- 100oC, selama
30 menit
(dipanaskan
bersama
kemasannya).
- Maks. 4 hari.
|
Semua bakteri mati, termasuk bakteri yang berguna untuk tubuh.
|
3 Spray-drying
(susu bubuk)
|
- 180oC,selama 2
jam
- lama (tahun)
|
Semua bakteri mati, termasuk bakteri yang berguna untuk tubuh.
|
4. UHT
|
-135-140oC,
selama 2-5 detik
- 10 bulan
|
Suhu yang tinggi mampu membunuh semua bakteri patogen, termasuk mikroba
pembusuk dan spora, sedangkan waktu
yang singkat mampu meminimalkan kerusakan nilai gizi serta mampu
mempertahankan aroma, warna dan rasa sebenarnya.
|
Catatan : Pemanasan dalam jangka waktu yang lama membuat banyak
kandungan vitamin dan mineral yang rusak / hilang, oleh karena itu dilakukan ’fortifikasi’ (penambahan vitamin dan
mineral sintetis untuk menggantikan yang hilang selama pemrosesan)
D I S I N F E K S I
Disinfeksi
ialah suatu usaha untuk memusnahkan jasad renik dengan menggunakan zat-zat
kimia tertentu. Istilah disinfeksi pada mulanya diartikan hanya untuk usaha
memusnahkan kuman atau jasad renik yang patogen saja. Zat kimia yang dipakai
untuk disinfeksi disebut disinfektan. Sesungguhnya disinfeksi dan disinfektan
dapat juga diartikan meliputi agensia fisik; tetapi yang akan ditulis dalam
kertas kerja ini, hanya agensia kimia saja.
Usaha
disinfeksi dapat bersifat mematikan atau menghambat pertumbuhan jasad renik.
Hal ini antara lain ditemukan oleh macam, dosis, lama kontak disinfektan dengan
jasad renik yang diuji, dan bahan yang akan disinfeksi. Jadi, pengaruh
disinfektan pada jasad renik dapat bersifat mikrobiostatis (menghambat) atau
mikrobiosida (mematikan).
Istilah-istilah yang erat hubungannya
dengan pengertian disinfeksi antara lain germisida, bakterisida, antiseptik,
virusida, fungisida.
Germisida
ialah suatu disinfektan yang pada mulanya dimaksudkan hanya untuk memastikan
pertumbuhan kuman-kuman (jasad renik patogen). Bakterisida ialah suatu
disinfektan yang dapat mematikan jasad renik patogen maupun yang tidak patogen.
Secara praktis kedua istilah tersebut ialah sama. Istilah antiseptik atau
antisepsis, sesungguhnya sama saja dengan kedua istilah tersebut di atas, hanya
biasanya digunakan untuk menyebutkan disinfektan yang penggunaannya kontak
langsung dengan tubuh misalnya obat merah, obat kumur dan lain-lain.
Seringkali
disinfektan diberi nama khusus sesuai dengan golongan jasad renik yang akan
dimatikan misalnya virusida untuk virus, fungisida untuk fungi atau jamur,
bakterisida untuk bakteri, algasida untuk algae atau ganggang.
1. SIFAT-SIFAT DISINFEKTAN YANG IDEAL
Disinfektan
yang ideal untuk digunakan, seharusnya mempunyai sifat-sifat tertentu.
Sifat-sifat tersebut antara lain mampu untuk mematikan bakteri dalam dosis yang
relatif rendah, stabil, dapat larut dan homogen dalam air dan alkohol, tidak
beracun bagi manusia, tidak menimbulkan korosif, terutama mampu menembus atau
penetrasi sel bakteri dengan cepat dan efisien, secara ekonomis menguntungkan,
mampu melarutkan lemak dan tidak menimbulkan bau yang tidak menyenangkan.
Sesungguhnya
sulit untuk mendapatkan disinfektan yang sangat ideal seperti tersebut di atas.
Aktifitas disinfektan sangat ditentukan oleh faktor-faktor lain misalnya :
jenis jasad renik, faktor lingkungan dan lain-lain.
Banyak
zat kimia yang dapat mematikan jasad renik pada umumnya atau jasad renik
patogen khususnya. Tetapi tidak semua dapat dipakai sebagai disinfektan jika
harus dalam dosis yang tinggi. Hal ini disebabkan karena tidak hanya patogen
itu saja yang mati, tetapi juga menyebabkan kerugian bagi individu yang terkena
(inang), kecuali itu juga tidak ekonomis.
Penggunaan
disinfektan biasanya dilarutkan dalam air dan/atau alkohol. Oleh karenanya disinfektan harus dapat larut dan homogen
dalam air dan/atau alkohol. Sifat daya larut dan homogen sangat penting, sebab
memungkinkan distribusi yang merata dari disinfektan.
Disinfektan
yang digunakan untuk disinfeksi alat-alat atau barang-barang yang tidak hidup,
jangan sampai merusak alat-alat tersebut, misalnya korosif, perubahan warna dan
lain-lain.
Untuk
mempercepat kerja disinfektan, maka disinfektan harus mampu melarutkan minyak
dan lemak yang seringkali terdapat pada bahan-bahan yang akan didisinfeksi.
Jika minyak dan lemak tak dapat dilarutkan, kerja disinfektan akan terhambat
karena tidak dapat kontak langsung dengan sel bakteri.
Disinfektan
yang akan digunakan diharapkan tidak menimbulkan bau yang tidak menyenangkan
dan mudah digunakan bersama (dicampur) dengan zat-zat lain, misalnya : obat
nyamuk.
2. PENGGOLONGAN DISINFEKTAN
Penggolongan disinfektan
dapat didasarkan atas golongan senyawa kimianya atau berdasarkan penggunaannya.
Berdasarkan penggolongan senyawa kimianya, maka disinfektan dapat digolongkan
menjadi tujuh golongan yaitu : yang mengandung fenol, halogen, logam berat,
formalin, senyawa-senyawa yang mudah menguap, sabun dan deterjen, dan
senyawa-senyawa yang lain. Berdasarkan atas penggunaannya disinfektan dapat
digolongkan atas tiga golongan yaitu : yang digunakan untuk disinfeksi kulit,
disinfeksi air, dan disinfeksi alat-alat.
3. Penggolongan
Disinfektan Berdasarkan Penggolongan
Senyawa Kimianya
3.1. Disinfektan Yang Mengandung
Fenol
Fenol (C6H5OH, asam karbol) dan derivat-derivatnya,
pada mulanya digunakan sebagai germisida pada proses operasi, tetapi sekarang
hanya digunakan untuk disinfeksi alat-alat saja, terutama lantai. Fenol
merupakan disinfektan yang sangat baik dan biasanya digunakan dalam dosis yang
rendah, larut dalam air dan sering kali digunakan bersama sabun.
Fenol dapat menyebakan keracunan pada
protoplasma, kerusakan dinding sel dan presipitasi protein sel, pada dosis yang
rendah menghambat sintesa protein, RNA dan DNA dan merusak membran sel. Fenol
murni jarang sekali digunakan sebagai disinfektan. Yang biasa digunakan adalah
derivat-derivat fenol, misalnya : cresol, lisol, bisfenol.
3.2. Disinfektan Yang Mengandung Halogen.
Halogen
berasal dari perkataan Yunani halos yang berarti garam dan halogen berarti pembentuk
garam. Sebab mudah membentuk garam dengan zat yang lain, misalnya : sodium
klorida (NaCl). Ada tiga halogen yang biasanya digunakan sebagai bakterisida,
yaitu : klor, yodium dan brom. Brom jarang digunakan sebab harganya mahal dan
beracun.
Klor dapat
digunakan dalam bentuk gas, maupun dalam bentuk senyawa-senyawa halogen
misalnya : kalsium hipoklorit (CaOCl), sodium hipoklorit (CaOCl), senyawa
organik klorin dan senyawa-senyawa organik dari yodium.
Garam-garam klorit dapat dibagi
menjadi dua berasarkan toksisitasnya terhadap Escherichia coli. Kelompok
yang pertama mencakup garam yang dapat mencegah atau menghambat pertumbuhan E.
coli dan dosis 2 – 0,05 M. Misalnya garam-garam klorit dari Na, K, Li, NH4, Sr, Mg, Ba,
Mn, Te, dan Sn. Sedang kelompok yang kedua mampu menghambat pertumbuhan pada
dosis 0,01 – 0,00001 M, misalnya garam klorit dari Na, Tl, Cu, Fe, Zn, Co, Pb,
Al, Ce, Cd dan Hg.
Garam-garam
klorit dari Na, K, NH4, dan Li dapat memungkinkan pertumbuhan maksimum pada dosis
0,25 M dalam waktu inkubasi 72 jam. Dosis garam, diatas atau di bawah 0,25 M
kurang merangsang pertumbuhan tersebut. Garam-garam bivalen dari kelompok
pertama umumnya lebih beracun dibandingkan dengan yang menovalen. Dosis yang
memungkinkan pertumbuhan maksimum berkisar antara 0,05 – 0,025 M.
Klorin
sering digunakan sebagai disinfektan untuk tempat-tepat persediaan/sumber air
dan kolam renang. Campuran antara hipoklorit dan deterjen sangat penting untuk
membersihkan dan disinfeksi alat-alat pada industri bahan makan atau rumah
makan. Hipoklarit dapat mematikan bakteri, karena penetrasi germisida ke dalam
sel bercampur dengan protoplasma, sehingga menyebabkan kematian
organisme-organisme tersbeut. Hipoklorit dapat mematikan bakteri, tetapi tidak
baik bila digunakan untuk disinfeksi logam dan pakaian, karena akan menimbulkan
korosif dan/atau kerusakan.
Yodium
merupakan bakterisida yang paling efektif dari halogen jika dibandingkan dengan
senyawa yodium lainnya. Larutan alkohol dari yodium (tingtur) sering digunakan
untuk luka, lecet, disinfeksi sebelum overasi, disinfeksi thermometer klinik
dan lain-lain. Biasanya digunakan larutan yodium 2% dalam alkohol 70% atau
yodium 2,5% da KI 2,5% dalam alkohol 90%. Beberapa individu sangat
peka terhadap yodium, oleh karena itu sering digunakan yodofor. Yodofor ialah senyawa-senyawa organik yang
mengandung yodium. Yodofor tidak menyebabkan iritasi dan warna pada kulit,
tidak berbau dan sangat efektif. Yodium dan yodofor dapat menyebabkan
inaktivasi protein.
3.3. Disinfektan
Yang Mengandung Logam Berat.
Disinfektan yang mengandung logam
berat dan biasa digunakan adalah senyawa-senyawa anorganik yang mengandung
merkuri atau perak (argentum). Senyawa-senyawa merkuri yang sering digunakan
antara lain : merkuri klorida (HgCl2) merkurokrom (obat merah), mertiolate,
metaphene dan henylmerkurik nitrat. HgCl2 digunakan sebagai disinfektan dengan
perbandingan 1:1000. HgCl2 ini sangat
bakteriostatik, tetapi sedikit bersifat bakterisida. Pada umumnya
HgCl2 dapat digunakan unruk disinfeksi alat-alat
dari gelas dan alat-alat dari karet, misalnya kateter dan termometer klinik.
Untuk mencegah kerusakan jaringan dan korosif maka yang sering digunakan adalah
senyawa-senyawa organik yang mengandung Hg. Adanya senyawa organik lebih
efektif dari HgCl2.
Pada mulanya HgCl2 digunakan sebagai antiseptik, tetapi sekarang
tidak lagi karena beracun bagi jaringan dan bersifat korosif. Merkhurokrom
misalnya, sering digunakan untuk disinfeksi lokal dan superfacial pada kulit
dan luka-luka. Phenyl merkurik nitrat sangat efektif untuk obat luar, terutama
untuk mencegah terhadap infeksi pada kulit. Senyawa ini biasanya dibuat dalam
bentuk salep dengan dosis 10%. Semua disinfektan yang mengandung Hg sangat
beracun bila masuk ke dalam tubuh. Disinfektan yang mengandung Hg dapat juga
digunakan sebagai preservatif. Diduga disinfektan tersebut di atas menghambat
kerja enzim sulfhidril (-SH) dan bereaksi dengan metabolit-metabolit tertentu,
sehingga menyebabkan kerusakan pada sel.
Senyawa-senyawa
yang mengandung perak (Ag) berifat bakteriostatis dalam dosis yang sangat
rendah, dalam dosis yang agak tinggi dapat menyebabkan kerugian pada inang.
Ion-ion Ag dapat menyebabkan keracunan pada protoplasma dan berkombinasi pada
protein sel, sehingga menyebabkan koagulasi protein. Contoh dari disinfektan
antara lain AgNO3 dan argyrol. AgNO3 1% sering digunakan untuk disinfeksi mata pada
bayi yang baru lahir, terutama untuk mencegah infeksi penyakit gonorhoe.
Disinfeksi dengan AgNO3 harus disertai dengan
garam fisiologis untuk menghilangkan AgNO3 pada mata. Kadang-kadang penggunaan AgNO3 ini dicampur dengan fenol. Dalam dosis 5-20%,
argyrol sering digunakan untuk mendisinfeksi mata, mukosa hidung dan saluran
kencing (urethra).
3.4. Disinfeksi
Dengan Menggunakan Formaldehyle/Formalin.
Formaldehyle merupakan disinfektan
yang efektif baik dalam keadaan gas maupun cair. Bersifat bakterisida, tetapi
juga sporisida dan fungisida. Dalam dosis + 5% dapat bersifat sporisida
pada bakteri pembentuk endospora yang aerob selama 6 – 12 jam. Daya
bakterisida/ sporisida dipengaruhi oleh suhu. Pada umumnya jamur lebih resisten
daripada bakteri. Penggunaan sebagai fungisida, biasa digunakan untuk mencegah
atau pengobatan terhadap infeksi oleh Microsporum albicans yaitu jamur
yang sering menyebabkan penyakit kulit pada kaki.
Formalin juga sering digunakan untuk
disinfeksi alat-alat, bisanya digunakan campuran formalin alkohol yaitu : 5%
formalin dalam alkohol. Selain itu dapat juga campuran antara borax dan
formalin ditambah sedikit sabun. Tetapi penggunaan senyawa-senyawa tersebut di
atas jarang sekali karena sering mengakibatkan korosif dan menimbulkan bau (gas
yang tidak menyenangkan).
3.5. Disinfeksi Dengan Menggunakan Senyawa-senyawa
yang Mudah
Menguap.
yang bersifat bakterisida dan
sporisida, dalam keadaan cair tak berwarna, titk didih 162,3oC. Senyawa
ini berbeda dengan etilen oksid karena tidak mudah terbakar dan sangat vesicant
(dapat membengkakkan kulit/ menyebabkan terjadinya gelembung di atas kulit) dan
menyebabkan iritasi pada mata. Oleh karenanya harus digunakan secara hati-hati.
Dibandingkan dengan etilen oksid, maka beta propiolakton yang digunakan pada
setiap bahan lebih sedikit 2 – 5 mg/l.
Larutan-larutan
organik yang lain misalnya kloroform, toluol, xylol, aseton dan ether, dapat
mematikan bakteri khususnya entorobakter dengan cepat. Kloroform paling banyak
digunakan karena tidak mudah terbakar.
Gas kloroform juga bersifat bakterisida dan ring digunakan untuk
sterilissi alat-alat dari gelas.
Mekanisme
kerja etilen oksid diduga menyebabkan reaksi alkilasi dengan denyawa-senyawa
organik, enzim dan protein lainya. Adanya alkilasi ini mengakibatkan perhatian
atom dihrogen aktif dalam senyawa organik tersebut. (Misal atom hidrogen pada
karboksil bebas, gugus amino/sulfhidril) dengan gugus alkil. Reaksi ini
memungkinkan, menyebabkan enzim yang mengandung sulfhidril tidak aktif.
(inaktif)
3.6. Deterjen dan Sabun
Dalam kehidupan rumah tangga saat
sekarang ini, sering digunakan deterjen untuk mencuci pakaian dan alat-alat. Deterjen
ini berperanan sebagai pereduksi, dapat melarutkan dan menghilangkan lemak.
Deterjen ini dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu : anion, nonion dan kation. Deterjen yang anion adalah deterjen
yang potensi reduksi tahanan mukanya ditentukan oleh ion-ion negatif yang ada
pada molekulnya. Misalnya Sodium lauryl sulfate. Deterjen yang nonion biasanya
merupakan senyawa-senyawa eter dan poligliserol. Deterjen kation terutama
adalah derivat-derivat NH4Cl (quats). Misalnya senyawa-senyawa Zephiran, cupryn, phemerol
klorid, disparene klorid, CTAB dan Roccal. Deterjen kation mempunyai daya
disinfeksi dan daya reduksi tahanan muka yang paling baik bila dibandingkan
dengan kedua kelompok yang lain. Daya disinfeksinya terutama terhadap bakteri
gram positif. Untuk keperluan rumah tangga, yang baik dan sering digunakan
adalah deterjen union, sebab daya reduksi tahanan muka besar meskipun daya
disinfeksinya kecil.Sabun yang biasa digunakan, merupakan deterjen anion dan
mempunyai daya reduksi tahanan muka yang besar, oleh karena itu sangat efektif
untuk melarutkan lemak dan minyak, bahkan untuk menghilangkan bakteri dari
pakaian atau alat-alat yang dicuci. Sabun yang mengandung asam-asam lemak jenuh efektif mendisinfeksi bakteri
patogen usus, sedangkan yang mengandung asam lemak tak jenuh efektif terhadap
patogen respirasi.
3.7. Disinfektan Yang Lain.
Selain keenam golongan disinfektan di
atas ada pula disinfektan tidak termasuk dalam golongan-golongan tersebut di
atas. Misalnya pewarna-pewarna bakteri tertentu, pengoksider.
Pewarna-pewarna bakteri tertentu
dapat mendisinfeksi (menghambat pertumbuhan bakteri tertentu). Anilin dan
akridin sangat efektif terhadap bakteri gram positif; proflavin dan akriflavin
sangat efektif pada tempat-tempat yang mengandung banyak bahan-bahan organik;
kristal violet sering digunakan untuk disinfeksi kulit, mulut, uerthra atau
vigina. Terutama untuk menyembuhkan infeksi yang disebabkan oleh jamur dan pada
dosis tertentu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif.
Agensia pengoksider yang sering
digunakan sebagai disinfektan antara lain : hidrogen peroksida, potasium
permanganat dahulu digunakan sebagai antiseptif, tetapi dapat dengan mudah
diinaktivasi oleh zat-zat organik sehingga tak dapat disebut sebagai
disinfektan yang baik.
Asam borat mempunyai aktivitas
sebagai anti bakteri, meskipun asam borat ini dapat menghasilkan reaksi-reaksi
yang bersifat toksik, dan merupakan disinfektan yang efektif. Asam
borat berifat bakteriostatik dan digunakan mengawetkan sampel-sampel urin pada
laboratorium.
Sodium
azide seringkali digunakan untuk mengawetkan bahan-bahan biologis terutama
antiserum. Sodium azide ini menghambat esterifikasi pospat inorganik dan dapat
digunakan dalam dosis yang rendah (misal 0,08%). Sodium azide ini sangat
beracun terhadap manusia maupun hewan.
4. Penggolongan
Disinfektan Berdasarkan Penggunaannya.
Berdasarkan
penggunaannya, disinfektan dapat digolongkan menjadi empat golongan yaitu :
disinfektan kulit, disinfektan air, disinfektan alat-alat dan disinfektan
udara.
4.1. Disinfektan Kulit.
Kulit perlu
didisinfeksi, misalnya disinfeksi tangan, sebelum operasi dilakukan, sebelum
disuntik dan bila terjadi luka. Untuk disinfeksi tangan biasanya
digunakan sabun yang mengandung disinfektan tertentu. Sebelum operasi
dilakukan, bagian kulit yang akan dioperasi harus didisinfeksi terlebih dahulu.
Untuk itu terlebih dahulu harus dilakukan pencukuran rambut, kemudian dicuci
dengan air sabun atau alkohol 70% atau sabun yang mengandung disinfektan
tertentu. Disinfeksi kulit yang akan disuntik biasanya menggunakan alkohol 70%
dan kadang-kadang ditambah 1% yodium. Untuk disinfeksi pada kulit, biasa
digunakan larutan yodium dengan HgCl2 (merkurokrom, larutan alkohol
dari yodium/yodium tingtur), selain itu juga obat-obatan dari sulfa dan
antibiotik.
4.2. Disinfektan Air
Untuk disinfeksi air
sering digunakan klor, hal ini disebabkan karena klor dapat berupa serbuk,
cairan dan gas; harganya murah; digunakan dengan dalam dosis yang rendah (+
7000 mg/l); sisanya tidak berbahaya bagi manusia dan sangat efektif untuk
disinfeksi jasad renik yang terdapat di air.
Klor merupakan zat
pengoksidasi yang kuat yang dapat berkombinasi dengan zat-zat pereduksi atau
senyawa-senyawa organik yang tidak jenuh. Misalnya :
Jumlah klor yang akan digunakan harus
ditentukan terlebih dahulu. Terutama berdasarkan BOD-nya sebab 1
mg/l dari klor digunakan akan bereaksi denga air. Ada tidaknya amonia akan
menentukan reaksi tersebut.
4.3. Disinfektan
Alat-Alat
Sesudah
dan sebelum menggunakan alat-alat seringkali alat-alat tersebut harus disterilkan terlebib dahulu. Disinfektan yang
sering digunakan tergantung dari penggunaari alat-alat tersebut. Untuk di sinfeksi termometer, biasanya digunakan antara lain
campuran sabun dengan 90% etil alkohol, kemudian dicuci dengan air atau
0,5-1% yodium dalam 70% etil/isopropil
alkohol selama 10 menit.
Untuk pakaian yang digunakan dalam laboratoriurn; ruang
steril atau ruang operasi dapat didisinfeksi dengan menggunakan disinfektan
gas, tapi biasanya distenilisasi dengan
autoklaf.
4.4. Disinfektan Udara.
Disinfeksi udara
biasanya menggunakan sinar ultra-violet dan/atau disinfektan kemis (kemikalin
gas). Sinar ultra-violet sering digunakan dalam ruang steril dan ruang operasi. Kelemahan
penggunaan sinar ultra-violet antara lain dapat menyebabkan iritasi mata dan
kulit dan tidak dapat menembus permukaan.
Disinfektan gas yang sering digunakan utnuk sterilisasi udara misalnya gas
etilen oksid, gas formalin dan serosol. Ada 2 macam aerosol, yaitu propiilin
glikol dan trietilen glikol. Penggunaan disinfektan gas untuk disinfeksi udara
dalam suatu ruangan tertentu harus dilengkapi dengan sistem ventilasi yang
baik.
5. FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PROSES DISINFEKSI
Faktor-faktor
yang mempengaruhi proses disinfeksi sangat bervariasi, tetapi dapat
dikelompokkan dalam tiga golongan.
a. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Zat-zat Kimia
-
Keadaan
sebenarnya dari substansi kimia dalam bentuk organik maupun anorganik.
-
Ionisasi yang tetap (konstan)
-
Konsentrasi disinfektan
-
Solubilitas sel-sel bakteria
-
Afinitas
disinfektan terhadap sel bakteri dan protoplasma
-
Kerja dari disinfektan. Misalnya menyebabkan oksidasi
presipitasi dan lain-lainnya.
b. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Bakteri.
-
Spesies organisme
-
Komposisi kimia dari organisme
-
Fase pertumbuhan, terutama dalam hubungannya dengan
perbedaan kepekaan antara sel-sel yang masih muda dibanding dengan sel-sel yang
telah tua atau dibandingkan dengan sel-sel yang seusia. Pada umumnya
sel-sel yang muda lebih peka daripada sel-sel yang tua.
-
Bentuk-bentuk
khusus, misalnya adanya spora, kapsul.
-
Dissosiasi,
dalam hubungannya untuk membedakan kepekaan bakteria (jasad renik dalam
campuran penguji).
a.
Faktor – faktor Umum Yang
Mempengaruhi Jasad Renik
dan Disinfektan Dalam Proses Secara Menyeluruh.
-
Temperatur,
Koefisien temperatur disinfektan tinggi, yaitu Q10 = 2 – 5 hubungan permukaan, terutama proses
adaptasi dan tahanan muka, juga hubungan dalam perubahan dosis substansi pada
permukaan, perubahan premeabilities dan difusi.
-
Dosis ion-ion hidrogen.
-
Adanya elektrolit-elektrolit lainnya yang mempengaruhi
ionisasi dari zat-zat kimia substansi pada sel.
-
Adanya substansi-substansi organik, terutama protein
yang bereaksi dengan substansi atau membentuk lapisan pelindung pada organisme,
seringkali mengurangi kerja disinfektan.
-
Tekanan, hal ini sangat penting terutama pada beberapa
kasus misalnya terhadap substansi gas.
-
Waktu
6.
KOEFISIEN FENOL
Untuk dapat menggunakan macam dan
dosis disinfektan yang tepat untuk tujuan tertentu, perlu dilakukan pengujian
daya disinfeksi disinfektan tersebut. Pengujian yang akan dibebaskan adalah
penentuan koefisien fenol.
1. Penentuan
Koefisien Fenol
Koefisien fenol dari suatu disinfektan ialah perbandingan antara daya bunuh
suatu disinfektan tertentu dengan fenol. Bakteri yang sering digunakan sebagai
“test organisme” dalam penentuan koefisien fenol, terutama adalah Salmonella
typhi, Staphyllococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Biakan
yang digunakan ini biasanya diinkubasikan selama 48 jam dengan suhu 37oC.
Medium yang digunakan dalam penentuan koefisien fenol adalah medium nutrien
cair, medium sintetis, medium nutrien agar. Jika menggunakan medium-medium
tersebut tidak memberikan hasil yang baik, maka dapat digunakan medium
thioglycolate cair, medium cair letheen dan medium cystein trypticase agar
(bagian 2a-c).
Alat-alat yang diperlukan antara lain : pipet 1,5 dan 10 ml; gelas ukur;
tabung reaksi 25 x 150 mm dan/atau 20 x 150 mm); penangas air; rak tabung
reaksi; jarum ose dan inkubator.
Pengujian koefisien fenol dilakukan
sebagai berikut :
Pertama-tama dibuat berbagai jenis dosis disinfektan yang akan diuji dan
larutan fenol (1 : 90 dan 1 : 100). Masing-masing larutan ditempatkan pada
tabung reaksi sebanyak 5 ml kemudian diinokulasi dengan biakkan bakteri yang
sudah tersedia dan dibiarkan selama 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Setelah
itu dari tiap-tiap tabung reaksi diambil 1 ose dan diinokulasi pada medium lain
yang telah tersedia dan iinkubasi selama 48 jam dengan suhu 37oC dan diamati
dan tidaknya pertumbuhan bakteri.
Dari data yang diperoleh, dapat dihitung koefisien fenol dari disinfektan
yang akan diuji. Yang digunakan dalam perhitungan koefisien fenol adalah
larutan disinfektan dan larutan fenol yang menunjukkan pertumbuhan bakteri
setelah kontak selama lima menit, tetapi tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri
selama 10 menit.
Contoh :
Pengenceran
|
Disinfektan (X)
|
||||||
5 menit
|
10 menit
|
15 menit
|
|||||
1 – 300
|
-
|
-
|
-
|
||||
1 – 325
|
+
|
-
|
-
|
||||
1 – 350
|
+
|
-
|
-
|
||||
1 – 375
|
+
|
+
|
-
|
||||
1 – 400
|
+
|
+
|
+
|
||||
|
F e n o l
|
||||||
1 – 90
|
+
|
-
|
-
|
||||
1 – 100
|
+
|
+
|
+
|
||||
Koefisien
fenol fenol : 3,89
|
|
|
|||||
|
|||||||
Hasil yang diperoleh dikatakan
memuaskan bola fenol yang digunakan sebagai kontrol memberikan hasil sebagai
berikut :
F e n o l
|
5 menit
|
10 menit
|
15 menit
|
1 – 90
|
+ / -
|
+ / -
|
-
|
1 – 100
|
+
|
+
|
+ / -
|
Apabila tak ada satupun
pengeceran disinfektan yang memperlihatkan pertumbuhan setelah 5 menit dan
mematikan dalam waktu 10 menit, maka digunakan rata-rata dari pengenceran.
Yaitu bila ada tiga deret pengenceran sebagai berikut : pertama, tidak ada
pertumbuhan setelah 5 menit; kedua, ada pertumbuhan setelah 5 menit dan 10
menit, tetapi tidak setelah 15 menit; dan ketiga, ada pertumbuhan setelah 5, 10
dan 15 menit.
Contoh :
Pengenceran
|
Disinfektan (Y)
|
||
5 menit
|
10 menit
|
15 menit
|
|
1 – 300
|
-
|
-
|
-
|
1 – 350
|
+
|
++
|
-
|
1 – 400
|
+
|
+
|
+
|
|
F e n o l
|
||
1 – 50
|
-
|
-
|
-
|
1 – 100
|
+
|
+
|
+
|
Koefisien
fenol fenol :
|
325
|
=
3,24
|
85
|
Untuk nilai koefisien
fenol harus dibulatkan satu angka di belakang koma. Jadi kedua contoh di atas,
koefisien fenol ditulis 3,9 dan 3,4 sebagai ganti 3,89 dan 3,42.